Pemerintahan SBY-JK selama lebih dari 4 tahun ternyata kurang efektip, satu dan lain karena berkembangnya persepsi masyarakat bahwa pasangan presiden dan wakilnya ini kurang amanah, disamping banyak pihak menudungkan telunjuk mereka bahwa ini adalah era dari rezim saudagar. Tentu kita harus memaklumi persepsi ini karena dalam stuktur sosial masyarakat Nusantara sejak zaman dulu kala menempatkan saudagar kedalam kelas yang tidak terlalu tinggi dan lebih dari itu ?patut untuk selalu dicurigai!?
Inilah ironinya. Meskipun hampir 90 % penduduk kepulauan Nusantara ini beragama Islam dan menempatkan Kanjeng Nabi Muhammad sebagai junjungan tertinggi ( hanya Allah Swt yang lebih tinggi dari beliau) namun kedudukan saudagar masih lebih mengikuti pembagian strata masyarakat berdasarkan ajaran Hindu ( Caturwarna) atau bahkan diposisikan secara ambigu. Sejarah Eropa mengajarkan kepada kita bangsa Yunani dan Romawi menjadi Dewa Laut/Pedagang dan Dewa Pencuri menjadi satu sosok kadewatan. Sepertinya untuk mendapatkan pedagang atau saudagar yang jujur dari lahir terus sampai ke batin yang istiqomah sangatlah mustahil. Kejujuran dan keculasan sekedar suatu perubahan yang selalu terjadi seperti halnya skakelar yang silih berganti dalam posisi on dan off. Koran-koran di Indonesia pada hari Jumat tanggal 16 Januari 2009 melaporkan tturunnya izin presiden untuk memeriksa sejumlah 127 kepala daerah yang tersebar di seantero Nusantara yang diduga terlibat masalah korupsi. Bayangkan saja kalau dijumlahkan para bupati,walikota dan gubernur yang sudah ditetapkan menjadi tersangka dan telah dijatuhi pidana selama ini maka di negeri ini lebih dari 25 % para pejabat yang seharusnya menjalankan peranan ?Pamong Praja? telah gagal menjalankan tugasnya. Kita akaui bahwa semakin banyak pejabat pemerintah yang diseret oleh KPK ; akan tetapi langkah SBY-JK ini tidak dapat menepis tuduhan bahwa lembaga peradilan dan aparat penegak hukum sekedar dimainkan sebagai ?alat gebuk penguasa!?. Ya alat untuk menakut takuti lawan politik atau mereka yang diduga akan ?berkhianat dari komitmen politik? dari pemerintah. Apalagi izin pemeriksaan untuk melakukan pemeriksaan kepada sekian banyak petinggi tersebut justru dikeluarkan hanya tiga bulan sebelum pemilihan umum.
Dilain pihak karena undang-undang yang mengatur lingkup kerja KPK itu tidak berlaku surut maka yang pasti menjadi sasaran gebuk anti korupsi adalah para koruptor baru. Para koruptor lama yang menikmati ?privelege? Orde Baru boleh bernapas lega dan tentu saja dalam mewujudkan rasa syukur mereka tidak mengherankan kalau mereka menjadi pendukung setia SBY-JK. Dari sejarah kita belajar bahwa tokoh yang hanya pandai bersiasat dan memainkan kartu-kartu politik yang ada ditangan bukanlah pemimpin sejati. Indonesia yang selama tahun-tahun terakir ini senantiasa menjadi langganan bencana dan masih ditambah pula dengan terpaan prahara bencana krisis ekonomi global sangat memerlukan pemimpin yang istimewa. Presiden yang akan datang tidak hanya harus cerdas dan mau kerja keras akan tetapi berkarakter dan berintegritas penuh. Dia harus dekat dan diterima rakyat karena amanah. Amanah dalam arti melakukan apa yang dia katakan , memenuhi janji yang dia ucapkan dan benar-benar menegakkan hukum dan keadilan serta menetapkan langkah-langkah kebijakan ekonomi yang pro rakyat. Amboi, betapa sulitnya mencari sosok pemimpin semacam ini di Indonesia. Rasanya seperti mencari harimau Jawa. Begitu langka atau bahkan sudah tidak ada lagi yang tersisa alias punah1
Surabaya medio Januari 2009