BK3S || BK3S JATIM || BKKKS || BKKKS JATIM || SOSIAL
Berita

LANSIA BANGKINGAN MASIH DONGKEL TANAH

Surabaya sebagai kota metropolitan, tentu semua sudah tahu. Tapi sedikit yang tahu bahwa Surabaya masih punya desa yang ditandai pola kehidupan masyarakat agraris. Itulah Desa Bangkingan Kecamatan Lakarsantri ? Surabaya yang pada 1 Juni lalu dipilih sebagai tempat peringatan Hari Lansia Nasional oleh BK3S Jatim. Lalu bagaimana keseharian Lansia di wilayah ini ?
Musim penghujan menjadi musim yang ditunggu-tunggu oleh warga Bangkingan. Karena hanya pada musim penghujan, ladang diwilayah ini bisa ditanami. Pada musim kemarau ladang hanya menjadi hamparan lahan kering yang rekahan tanahnya bisa sedalam 0,5 meter. Tak mengherankan, saat hujan pertama datang, warga dengan suka cita menuju ladangnya. Tak ketinggalan pula para Lansianya juga ikut turun ke ladang.

Adalah Timo yang kini berusia 72 tahun. Meski tergolong Lansia, ia masih sanggup memanggul linggis dan mendongkel tanah garapannya. Ladang diwilayah ini memang mulai digarap sebelum musim penghujan datang. Itulah sebabnya bukan cangkul yang digunakan tapi linggis. Karena cangkul tidak akan sanggup menembus tanah yang kering. Dengan menggunakan linggis, tanah kering yang merekah itu didongkel dan dibalik agar bisa ditanami ketika musim penghujan datang.

Dalam sehari, Timo masih sanggup mendonkel tanah sekitar 50 meter2 .. Dalam mengolah tanah sebelum ditanami ini, Timo mengerjakannya mulai pukul enam pagi hingga pukul sepuluh. Pengerjaan kemudian dilanjutkan pada pukul dua siang hingga pukul lima sore. Disela-sela waktu tersebut, ia gunakan mencari dedaunan untuk pakan kambing-kambingnya.

Untuk mengolah ladang, tentu tidak hanya kaum laki-laki saja, kaum perempuan juga ikut melakukan hal yang sama termasuk Lansia. Pateni berusia 65 tahun, yang akrab dipanggil Mak Ni ini juga ikut mendongkel tanah. Pekerjaan tersebut dilakukan disela-sela pekerjaannya sebagai pemulung. Hal sama dilakukan oleh Mak Miskah yang sehari-harinya juga sebagai pemulung.

Mendongkel tanah sebagai persiapan musim tanam, memang bukan pekerjaan ringan. Tapi pekerjaan itu harus mereka lakukan demi menyambung hidup. Suatu yang berat itu menjadi tidak sia-sia begitu tanaman bisa dituai hasilnya. Seperti tahun ini, lombok yang mereka tanam, harganya mencapai Rp 25 ribu per kilo. Beda dengan tahun lalu, dimana harga lombok jatuh hingga dibawah Rp 2 ribu per kilo. Kalau sudah demikian apa yang mereka lakukan semakin terasa berat bahkan membuat putus asa.

Pak Timo, Mak Ni dan Mak Miskah merupakan potret kehidupan Lansia di Desa Bangkingan. Memang tidak semua Lansia di wilayah Bangkingan seperti itu. Tapi setidaknya dikelurahan ini terdapat 260 Lansia yang penghidupannya tidak jauh beda dengan mereka. Kebanyakan para Lansia ini penduduk asli Bangkingan.

Meski mereka penduduk asli, tapi ladang yang digarap, sebagaian besar sudah bukan milik mereka lagi. Kebanyakan ladang mereka telah berpindah tangan pada developer. ?Tanah disini dulu tidak ada harganya. Bahkan dulu tanah bisa ditukar dengan beras.. Saat ini, sebagian besar tanah sudah dijual ke pada Galaxy (salah satu developr rumah mewah). Sebelum tanah itu dibangun, kita masih bisa memanfaatkannya untuk ditanami,? papar Timo dalam Bahasa Jawa.

Diceritakan pula, dulu beberapa warga Bangkingan itu, satu orang bisa punya beberapa gunung (tanah berbukit). Kemudian ada yang dijual begitu saja, namun ada pula yang menjualnya dalam bentuk tanah uruk. Jadi bukit-bukit itu dikeruk dan dijual dalam bentuk pasir uruk. Tak mengherankan bila bukit-bukit di Bangkingan sekarang sudah hilang dan rata dengan ladang lainnya. Bahkan ada yang sampai berbentuk balong atau kolam besar.

Dulu, kepemilikan lahan juga tidak terkait dengan tingkat kesejahteraan. Karena kebanyakan lahan yang dimiliki berupa tanah kering dan hanya bisa ditanami saat musim hujan. Sehingga hasil panenan tidak cukup menunjang penghidupan mereka. Itulah sebabnya, ketika ada developer yang menawar dengan harga menggiurkan menurut standar mereka waktu itu, lahanpun dilepaskan.

Ironisnya lagi, hasil menjual lahan, lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang sifatnya konsumtif. Diantaranya, untuk membelikan motor anaknya dan yang masih mending bila digunakan untuk membangun rumah. Sehingga bentuknya masih terlihat dan bisa dirasakan hingga kini. Maka tak mengherankan, bila dilihat dari tampilan fisik rumah, mereka tergolong sejahtera. Tapi bila dilihat dengan menggunakan pendekatan ekonomi, jelas mereka tergolong pra sejahtera.

Saat ini, ladang lebih banyak dikerjakan oleh Lansia atau paling tidak mereka yang kini berusia diatas 45 tahun. Sedang generasi dibawahnya lebih banyak memilih bekerja di pabrik yang ada disekitar Bangkingan. Di sekitar wilayah ini terdapat banyak pabrik genting.

?Memang susah kalau nanti Galaxy mulai membangun. Lahan yang tadinya bisa ditanami, tentu tidak boleh lagi digarap. Tapi kebanyakanya yang mengerjakan ladang itukan orang-orang tua. Nom-noman (orang muda ?red) banyak yang lebih suka kerja di pabrik,? ungkap Mujiono yang istrinya bekerja di salah satu pabrik genting di Karang Pilang.

Entah tahun berapa, para developer itu akan mulai mendirikan bangunan untuk memenuhi kebutuhan perumahan. Tapi yang jelas, warga Bangkingan termasuk Lansianya akan was-was bila pembangunan itu dimulai. Karena bagaimanapun, pola hidup mereka masih tetap agraris dengan banyak bergantung pada sector pertanian. Tapi disisi lain lahan pertanian mereka sudah mulai habis.

?Ya, biasa saja. Lha wong tanah juga tidak ikut punya. Kalau nanti dibangun ya? harus direlakan. Masak mau digandoli. Anak-anak juga sudah besar semua dan bisa cari makan sendiri. Masak cari makan untuk orang dua, saya dan emaknya tidak bisa. Lha wong ayam aja dengan ceker-ceker bisa makan kok. Masak kita nggak bisa,? tukas Pak Timo tetap optimis.

Lain halnya dengan Mak Miskah, menurutnya meski lahannya sudah habis, ia tidak kuatir. Karena bertani baginya hanya sebagai sampingan. ?Ya? kalau nanti tegalan sudah tidak boleh ditanami. Ya?.bagaimana lagi !!!. Biasanya kalau ada panenan itu hasilnya untuk nutup utang. Setiap hari saya ngledek cari rongsokan, kalau untuk makan aja masih cukup. Tapi kadang-kadang yang namanya hidup ada saja kebutuhan. Biasanya kalau pas nggak punya uang ya ngutang. Kalau hasil mulung nggak cukup, ya? biasanya njagakno panenan setahun sekali.,? papar Mak Miskah yang setiap harinya keliling kampong mencari rongsokan dengan membawa gledekan.

Memang bertani saat ini bagi sebagian warga bangkingan bukan lagi pekerjaan utama. Bagaimanapun mereka menyadari bahwa lahan yang digarap bukan lagi miliknya. Setiap saat developer sebagai pemilik lahan bisa saja melarangnya untuk menanam. Dan itu berarti hilang pula kesempatan untuk mendapat penghasilan dari pertanian. Kalau saat ini saja kesejahteraan mereka masih memprihatinkan, tentu kondisinya akan semakin parah ketika lahan pertanian berubah menjadi lahan beton.

Seperti ketika BK3S Jatim mengadakan peringatan Halunas di Bangkingan. Saat itu para Lansia menyambutnya dengan suka cita. Bagi mereka bantuan berupa paket sembako dari BK3S Jatim sangat berharga. Bahkan mereka tanpa malu-malu untuk naik ke pentas demi mendapat door price. Dalam acara tersebut BK3S Jatim membagikan 250 paket sembako kepada Lansia. Sementara dari tim kesehatan juga memberi pelayanan secara gratis. Sampai beberapa hari, acara inipun masih menjadi bahan perbincangan diantara warga terutama penerima paket sembako. (gt)

Related posts

Sosialisasi dan Diseminasi Ancaman Kanker pada Perempuan

admin01

TKI – MENJUAL KEBODOHAN DAN MARTABAT BANGSA

bk3s

BERPIKIR

bk3s
buka chat
Butuh bantuan?
hi kakak
Ada yang bisa kami bantu?